MSU Malaysia Gelar Kuliah Pakar Kefarmasian di UMKT
Bertempat di Aula utama UMKT, Kamis (13/12/18) UMKT mendapatkan kunjungan dari Vice President Global affairs Management and Science University (MSU) Malaysia Prof. Eddy Yusuf. Ph.D. Kunjungan ini dalam rangka Kuliah Pakar Prof. Eddy Yusuf. Ph.D. yang merupakan Director of International Center of Halal Studies. Bertajuk “Current issues in halal pharmaceuticals”. Prof. Eddy Yusuf, Ph.D memaparkan terkait kehalalan bahan kefarmasian yang beredar.
Permintaan dunia akan produk halal, meliputi makanan, kosmetik, farmasi, layanan, dan produk lainnya akan terus tumbuh dengan meningkatnya populasi global, terutama kaum Muslim. Diperkirakan pada tahun 2030, populasi Muslim akan mencakup 27% dari populasi global. Industri halal adalah sektor pertumbuhan baru di sektor manufaktur berbagai Negara, termasuk indonesia dan merupakan bisnis global dengan pertumbuhan tercepat di dunia. Peningkatan nilai komoditas halal global, dengan pasar besar USD 2,3 triliun (tidak termasuk perbankan) dan diperkirakan akan tumbuh setiap tahun ” ucap prof. Eddy Yusuf”.
Menurutnya, tantangan utama yang dihadapi oleh industri halal adalah kekurangan tenaga kerja yang berpengetahuan luas yang memahami persyaratan syariah dan menerapkan pengetahuan teoretis ini ke dalam praktik industri aktual. Kurangnya pemahaman dalam hal apa sebenarnya arti halal dan apa persyaratan yang harus dipenuhi untuk suatu produk menjadi halal di antara produsen produk, penyedia layanan dan konsumen. Mereka gagal mengaitkan halal, yang diizinkan, dengan Toyyiban yang berarti sehat, dalam arti bahwa produk tersebut harus aman, sehat, bergizi, dan higienis. Memahami prinsip dan praktik Halalan dan thoyyiban, dengan pengetahuan langsung yang memenuhi kebutuhan dan permintaan industri, diperlukan untuk memenuhi ekspansi industri halal yang cepat dan untuk mencapai kepatuhan.
Dewasa ini obat-obatan yang diproduksi masih jauh dari kata halal. Itu dikarenakan hingga kini sekitar 90% lebih bahan baku obat yang beredar di Indonesia merupakan produk impor dari negara-negara yang sebagian besar belum mempertibangkan aspek halal. “Artinya ini bukan sekedar masalah teknologi, juga karena pengetahuan dan motivasi produksi halal,” ujarnya. Padahal, secara ilmu dan teknologi, sangat terbuka kemungkinan memproduksi obat dengan cara halal.
Dengan kondisi bahan baku yang sebagian besar masih impor dan belum memperhatikan aspek halal, LPPOM MUI juga mengakui, hampir semua jenis obat di Indonesia memiliki kemungkinan tidak halal. Hingga saat ini dari sekitar 27 ribu item obat, jamu dan suplemen yang diproduksi oleh sekitar 206 perusahaan di Indonesia, yang telah bersertifikat halal jumlahnya masih sangat sedikit. Rinciannya, di kelompok obat-obatan, perusahaan yang telah bersertifikat halal hanya ada 5 (lima) perusahaan dengan item produk sebanyak 22 produk.
Oleh karena itu, pentingnya sertifikasi halal bagi produk farmasi, sebagai upaya mengidentifikasi unsur obat tersebut sehingga memudahkan konsumen untuk memilih. Bagi obat yang tidak halal dan tidak ada alternatif penggantinya, untuk sementara dapat digunakan dengan alasan darurat. “ ucap Prof. Eddy Yusuf